Di Balik Senjata dan Ancaman, TNI Hadir Bukan untuk Menindas, Tapi Melindungi Rakyat Papua

3 months ago 35

PAPUA - Saat kelompok bersenjata menebar ancaman dan ketakutan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) justru melangkah dengan prinsip hukum, hati nurani, dan misi melindungi seluruh warga negara—termasuk masyarakat asli Papua.

Baru-baru ini, kelompok separatis bersenjata yang mengatasnamakan diri sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) kembali memprovokasi publik. Mereka menolak rencana pembangunan pos militer TNI di Puncak Jaya dan sembilan wilayah lainnya, serta mengeluarkan ultimatum agar warga non-Papua angkat kaki, sembari mengancam akan menyerang aparat TNI-Polri.

Namun di balik ancaman dan propaganda itu, ada fakta hukum yang tak bisa dibantah: kehadiran TNI di Papua adalah mandat konstitusi, bukan bentuk penindasan.

Mandat Konstitusi, Bukan Ambisi Militer

Pembangunan pos militer di wilayah rawan seperti Puncak Jaya bukan tindakan sepihak. TNI hadir berdasarkan kerangka hukum yang sah:

* UUD 1945 Pasal 30: TNI bertugas menjaga kedaulatan negara dan keselamatan bangsa.

* UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang memberi mandat operasi militer selain perang (OMSP), termasuk menangani separatis bersenjata dan mengamankan wilayah perbatasan.

* Perpres No. 66 Tahun 2019 tentang organisasi TNI, yang mengatur peran Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dalam menghadapi konflik strategis.

“Setiap pos militer yang dibangun bukan simbol kekerasan, tapi benteng perlindungan bagi masyarakat sipil yang rentan, ” ujar sumber dari Koops Habema. Minggu (15/6/2025).

TNI Hadir dengan Pendekatan Humanis dan Pembangunan

Berbeda dari narasi kekerasan yang coba dibangun oleh TPNPB, TNI hadir di Papua dengan pendekatan humanis, sosial, dan teritorial. Dalam pelaksanaannya, TNI:

* Mendukung percepatan pembangunan kesejahteraan Papua sesuai Inpres No. 9 Tahun 2020.

* Terlibat aktif dalam pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, serta pembangunan infrastruktur desa.

* Membangun komunikasi sosial dengan pendekatan kekeluargaan, menjembatani masyarakat adat dan pemerintah.

Langkah ini menunjukkan bahwa prajurit tidak datang dengan amarah, tapi dengan hati untuk mengayomi, bukan menindas.

Ancaman terhadap Sipil: Bukan Perlawanan, Tapi Terorisme

Ancaman TPNPB-OPM terhadap masyarakat non-Papua dan serangan mereka terhadap guru, tenaga medis, serta pekerja infrastruktur adalah bentuk pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional dan hukum nasional.

Berdasarkan UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme, aksi mereka yang menyasar warga sipil dan fasilitas umum telah memenuhi unsur tindak pidana terorisme.

Prinsip-prinsip hukum internasional seperti Distinction, Proportionality, dan Precaution pun telah mereka abaikan. Akibatnya, masyarakat sipil menjadi korban, bukan sekadar penonton dalam konflik.

Negara Tak Boleh Mundur: Papua Butuh Perlindungan, Bukan Ketakutan

Papua adalah bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kehadiran TNI bukanlah penjajahan, tetapi bentuk kehadiran negara yang wajib menjamin rasa aman setiap warganya.

“Tugas kami bukan hanya menegakkan hukum, tapi merawat kepercayaan rakyat Papua bahwa negara tidak pernah meninggalkan mereka, ” ungkap perwira TNI di lapangan.

Kesimpulan: Di Tanah Papua, TNI Adalah Wajah Negara yang Melindungi, Bukan Mengintimidasi

Langkah TNI bukan reaksi emosional, melainkan strategi hukum, profesional, dan berbasis perlindungan HAM. Dalam situasi penuh ancaman, kehadiran TNI adalah tembok terakhir yang menjaga rakyat dari kekacauan bersenjata dan ideologi separatis.

Upaya separatis untuk menggiring opini publik dengan narasi penindasan harus dilawan dengan fakta, empati, dan kepastian hukum.

TNI tidak pernah datang untuk menakut-nakuti mereka datang agar rakyat Papua bisa hidup tanpa rasa takut.

Authentication:

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Sekitar Pulau| | | |