CNN Indonesia
Rabu, 12 Nov 2025 23:45 WIB
Ilustrasi. Eks Dirut PLN mangkir dalam pemeriksaan kasus korupsi PLTU 1 Kalbar. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --
Eks Direktur PLN periode 2008-2009 Fahmi Mochtar tidak hadir dalam pemeriksaan sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan PLTU 1 Kalbar, pada Selasa (11/11) kemarin.
Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri Brigjen Totok Suharyanto menyebut Fahmi mengirim surat permohonan penundaan pemeriksaan lantaran mengaku sakit.
"Tersangka FM tidak datang pemeriksaan dan mengajukan surat permohonan penundaan dengan alasan sakit pasca operasi," ujarnya saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Rabu (12/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Totok mengatakan saat ini penyidik tengah mengonfirmasi alasan sakit yang diajukan oleh Fahmi sebelum melakukan penjadwalan ulang.
"Belum dijadwalkan ulang masih konfirmasi kepada dokter yang memberi rekomendasi sakit pasca operasi," tuturnya.
Sementara itu, ia menambahkan tersangka RR selaku Dirut PT BRN telah memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Hanya saja, ia tidak mengungkap lebih jauh ihwal materi pemeriksaan yang didalami oleh penyidik.
Sebelumnya, Kortas Tipikor Polri menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Kalbar periode 2008-2018.
Keempat tersangka ini yakni Fachmi Mochtar selaku Direktur PLN periode 2008-2009, Presiden Direktur PT BRN Halim Kalla yang merupakan adik kandung mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, RR selaku Dirut PT BRN dan HYL selaku Dirut PT Praba.
Fachmi diduga melakukan pemufakatan jahat dengan tiga tersangka lainnya untuk memenangkan tender tersebut. Ia diduga meloloskan KSO BRN-Alton-OJSEC, meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis pembangunan PLTU tersebut.
Hingga berakhirnya masa kontrak KSO BRN maupun PT PI, proyek PLTU itu hanya bisa diselesaikan 57 persen. Proyek itu kemudian diberikan perpanjangan 10 kali hingga 2018 namun juga tidak selesai.
Data terakhir menyebutkan pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat hanya mencapai 85,56 persen. Tidak selesainya proses pembangunan, dengan alasan KSO BRN memiliki keterbatasan keuangan yang sedianya telah dibayarkan PLN sebesar Rp323 miliar dan USD62,4 juta.
(tfq/dal)

3 hours ago
5

















































