Kehadiran TNI di Papua: Langkah Konstitusional Menjaga Rakyat, Bukan Menindas

11 hours ago 2

PAPUA - Ketegangan di wilayah pegunungan tengah Papua kembali meningkat setelah kelompok separatis bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) melontarkan ancaman terhadap pembangunan pos-pos militer baru di sejumlah daerah, termasuk Puncak Jaya. Dalam pernyataannya, kelompok itu menolak kehadiran aparat TNI dan mengancam akan menyerang masyarakat non-Papua serta aparat keamanan yang bertugas.  

Ancaman ini dinilai provokatif dan menyesatkan. Pemerhati keamanan Papua dan tokoh adat setempat menegaskan, kehadiran TNI di Tanah Papua adalah langkah konstitusional dan sah menurut hukum nasional, bukan bentuk penindasan terhadap masyarakat.  

Kehadiran TNI di Papua memiliki dasar hukum yang kuat, sebagaimana diatur dalam:  

- UUD 1945 Pasal 30, yang menegaskan bahwa TNI adalah alat negara untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI.  

- UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang memberikan kewenangan kepada TNI untuk menjalankan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk mengamankan wilayah perbatasan dan mengatasi gerakan separatis bersenjata.  

- Perpres Nomor 66 Tahun 2019, yang memperkuat peran Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) sebagai garda terdepan dalam menghadapi ancaman strategis di wilayah rawan konflik.  

Pembangunan pos militer di daerah-daerah rawan, seperti Puncak Jaya, merupakan bagian dari strategi pertahanan negara dan tanggung jawab konstitusional TNI untuk melindungi masyarakat sipil serta mendukung kelancaran pembangunan nasional di Papua.  

“TNI hadir bukan untuk menakut-nakuti rakyat Papua, tetapi untuk melindungi mereka dari kekerasan kelompok bersenjata. Kehadiran pos militer adalah bentuk kehadiran negara di wilayah yang selama ini terancam, ” ujar Letkol (Purn) Yohanis Kogoya, tokoh masyarakat Puncak Jaya. Selasa (21/10/2025). 

Sejalan dengan Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, TNI kini mengedepankan pendekatan humanis dalam setiap penugasan.  

Melalui program-program sosial seperti pelayanan kesehatan, dukungan pendidikan, dan pengamanan kegiatan pembangunan infrastruktur, prajurit TNI berperan aktif membangun hubungan sosial yang harmonis dengan masyarakat.  

“Anak-anak di pedalaman kini bisa sekolah tanpa rasa takut karena ada prajurit yang menjaga dan membantu guru. Mereka bukan penjaga senjata, tapi penjaga masa depan anak-anak Papua, ” ungkap Pendeta Markus Tabuni, tokoh gereja di Lanny Jaya.  

Sementara itu, tindakan TPNPB-OPM yang terus menyerang tenaga pendidikan, medis, dan pekerja infrastruktur merupakan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional dan bisa dikategorikan sebagai tindakan terorisme, sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.  

Serangan terhadap warga sipil tidak hanya menyalahi prinsip kemanusiaan, tetapi juga memperburuk penderitaan masyarakat Papua sendiri.  

“Setiap peluru yang mereka lepaskan, sesungguhnya menembak masa depan anak-anak Papua. TPNPB seharusnya berhenti menebar teror dan mulai berpikir tentang kedamaian, ” tegas Yafet Wenda, tokoh adat dari Wamena.  

Kehadiran TNI di Papua bukanlah bentuk pendudukan militer, tetapi manifestasi nyata kehadiran NKRI untuk menjamin hak-hak dasar masyarakat Papua keamanan, keadilan, dan kesejahteraan.  

Dengan prinsip Legalitas, Akuntabilitas, dan Profesionalitas, TNI menjalankan setiap operasi berdasarkan hukum dan dengan penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia.  

“Negara hadir melalui TNI untuk memastikan setiap warga, baik Papua maupun non-Papua, bisa hidup damai dan produktif. Papua adalah bagian dari Indonesia, dan Indonesia adalah rumah bagi semua, ” tutup Mayjen TNI Lucky Avianto, Pangkoops Habema.  

(Sus/ AG)

Read Entire Article
Sekitar Pulau| | | |