PAPUA - Pernyataan provokatif yang kembali dilontarkan oleh kelompok bersenjata TPNPB-OPM, terkait penolakan pembangunan pos militer di wilayah Puncak Jaya dan sembilan wilayah lainnya yang mereka klaim sebagai “zona perang, ” memicu keresahan. Bahkan, mereka mengeluarkan ancaman kepada masyarakat non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut dan mengancam akan melakukan serangan terhadap aparat TNI-Polri. Selasa 1 Juli 2025.
Pernyataan tersebut tidak hanya menyesatkan, tetapi juga bertentangan dengan hukum nasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Kehadiran TNI di Papua adalah langkah konstitusional, legal, dan sah berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.
Dasar Hukum Kehadiran TNI di Papua:
1. UUD 1945 Pasal 30, yang menegaskan bahwa TNI adalah alat negara untuk mempertahankan kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
2. UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, terutama:
* Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4, yang mengatur tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk mengamankan wilayah perbatasan dan menghadapi separatisme bersenjata.
* Pasal 9, yang memberi kewenangan TNI untuk membangun sarana dan prasarana penunjang tugas.
3. Perpres Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI, yang memperkuat peran Kogabwilhan dalam menghadapi ancaman strategis, termasuk di Papua.
Dengan dasar hukum tersebut, pembangunan pos militer di wilayah rawan seperti Puncak Jaya adalah bagian dari tugas negara yang sah, bukan provokasi.
TNI Hadir dengan Pendekatan Humanis:
Kehadiran TNI di Papua tidak semata bersifat militeristik, tetapi juga menjalankan fungsi sosial sebagaimana diatur dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat.
TNI berperan dalam:
* Menjamin keamanan masyarakat sipil.
* Mendukung pemerintah daerah dalam pelayanan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan.
* Membangun komunikasi sosial yang inklusif dengan seluruh elemen masyarakat Papua.
TNI hadir bukan untuk menindas, melainkan untuk melindungi dan mendukung percepatan pembangunan demi kesejahteraan rakyat Papua.
TPNPB Melanggar Hukum Nasional dan Humaniter:
Ancaman TPNPB terhadap warga sipil, termasuk guru, tenaga medis, dan pekerja pembangunan, adalah bentuk tindakan terorisme, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Selain itu, serangan mereka juga melanggar prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional, termasuk:
* Prinsip Distinction, yang mewajibkan membedakan antara kombatan dan warga sipil.
* Prinsip Proportionality, melarang serangan yang menyebabkan korban sipil berlebihan.
* Prinsip Precaution, menuntut adanya langkah pencegahan terhadap dampak serangan bagi warga sipil.
Kesimpulan: TNI Adalah Wajah Negara, Bukan Penindas
Kehadiran TNI di Papua adalah cerminan kehadiran negara yang sah untuk melindungi kedaulatan, menjamin keselamatan rakyat, dan mendukung pembangunan yang adil di seluruh wilayah NKRI, termasuk Papua.
TNI menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip:
* Legalitas, sesuai konstitusi dan undang-undang.
* Akuntabilitas, diawasi secara internal dan eksternal.
* Profesionalitas, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan hukum humaniter.
Kekerasan dan terorisme yang dilancarkan oleh TPNPB-OPM tidak akan melemahkan komitmen TNI. Negara tidak boleh kalah oleh aksi kekerasan. TNI akan terus hadir, bekerja, dan mengabdi untuk rakyat Papua, demi Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono