Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Transmigrasi (Mentrans), M. Iftitah Sulaiman Suryanagara, menegaskan bahwa pembangunan kawasan transmigrasi harus dipandang sebagai investasi ekonomi yang menghasilkan nilai tambah, bukan hanya sebagai pengeluaran untuk infrastruktur fisik.
Pernyataan ini disampaikan saat diskusi dengan Tim Ekspedisi Patriot (TEP) yang bertugas di Bandar Udara Gatot Soebroto, Kawasan Transmigrasi Way Tuba, Kabupaten Way Kanan, Lampung, Selasa (11/11).
"Infrastruktur harus punya nilai tambah ekonomi. Jadi harus dianggap sebagai investasi, bukan cost (pengeluaran)," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (12/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menilai, keberhasilan program transmigrasi lebih bergantung pada kesiapan sumber daya manusia dibanding pembangunan fisik semata. Ia menyatakan bahwa akselerasi pembangunan akan terjadi ketika SDM unggul dinyatakan siap meskipun ia tidak menentukan waktu pastinya.
Iftitah juga menekankan pentingnya konektivitas dan industrialisasi untuk memperkuat kawasan transmigrasi. Indonesia membutuhkan sistem transportasi terpadu meliputi jalan, kereta, bandara, dan pelabuhan agar arus ekonomi antarwilayah berjalan lebih efisien.
"Yang harus menjadi prioritas itu adalah konektivitas. Pulau-pulau besar, itu mungkin konektivitas utamanya adalah kereta dan jalan tol. Menurut saya konektivitas utamanya itu. Nah antara pulau itu adalah pesawat. Dalam hal ini bandara, dengan pelabuhan laut," imbuh dia.
Pada kesempatan yang sama, Tim Ekspedisi Patriot yang beranggotakan mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Diponegoro (Undip) memaparkan hasil observasi mereka di empat kecamatan di Way Kanan.
Tim menemukan potensi komoditas utama seperti sawit, karet, kopi, tebu, dan kayu putih. Namun, mereka juga mencatat sejumlah tantangan, antara lain keterbatasan akses jalan, kesulitan pemasaran hasil tani, serta minimnya pelatihan keterampilan bagi masyarakat.
Anggota TEP dari Undip yang bertugas di Kawasan Transmigrasi Way Tuba, Muhammad Wildan Hanif, menjelaskan hasil wawancara menunjukkan masyarakat menghadapi kendala pemasaran.
"Dari petani sendiri mengeluhkan yang pertama, adanya pupuk yang susah. Kemudian yang kedua adalah kendala pengangkutan Pak. Itu berkaitan dengan infrastruktur," ucapnya.
Sementara itu Ketua Tim TEP dari ITB, Hendhy Nansha, menambahkan di Ramsai terdapat banyak penjahit yang memiliki kemampuan dan berpotensi dikembangkan melalui pelatihan.
"Yang mungkin bisa saja kita bantu melalui pelatihan untuk menjadi pengusaha konfeksi misalnya. Atau bahkan menjadi desainer (perancang desain). Karena memang potensinya ternyata banyak sekali," sambung dia.
Menanggapi temuan tersebut, Iftitah menekankan pentingnya keyakinan dan konsistensi dalam setiap langkah pembangunan transmigrasi. Ia juga mengungkapkan rencana pembangunan Kampus Patriot di kawasan transmigrasi sebagai pusat riset dan pengembangan SDM lokal.
"SDM unggul, bedanya SDM unggul dengan yang yang tidak unggul adalah, ada tidak inisiatif? Kalau inisiatif ada, akan menunjang ke kreativitas. Kalau kreativitas ada, akan menunjang ke inovasi. Jadi jangan mimpi inovasi kalau tidak ada inisiatif kreativitas," paparnya.
Iftitah kemudian menutup diskusi dengan mengajak generasi muda untuk fokus pada solusi dan aksi nyata dalam pengembangan kawasan transmigrasi.
"Saya sampaikan, kalau misalkan kita bersemangat, tahu ilmunya. Insyaallah itu potensi ke depan akan lebih pasti," pungkas dia.
(rir)

3 hours ago
5

















































