Pemerintah Bahas Rencana Amnesti-Abolisi Eks JI hingga Tahanan Politik

4 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah RI tengah membahas rencana pemberian amnesti, abolisi, dan rehabilitasi bagi sejumlah pihak yang memenuhi pertimbangan kemanusiaan, keadilan, dan rekonsiliasi nasional.

Pembahasan itu digelar dalam Rapat Tingkat Menteri (RTM) yang dipimpin Menko Hukum HAM Imipas Yusril Ihza Mahendra, Kamis (13/11).

Rapat itu dihadiri pula oleh perwakilan lintas kementerian dan lembaga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beberapa di antaranya termasuk Kemenko Bidang Politik dan Keamanan, Kejaksaan Agung, Polri, BNPT, BNN, Kementerian Hukum, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.

Pembahasan mencakup kelompok mantan anggota Jemaah Islamiyah (JI) yang telah membubarkan diri, tahanan politik, dan tersangka kasus lainnya.

"Mengingat begitu banyak permohonan dan audiensi yang diajukan, maka kami memandang perlu untuk melakukan rapat koordinasi dengan beberapa kementerian dan lembaga untuk mendapatkan masukan-masukan," ujar Yusril di kantornya, Jakarta, Kamis ini.

"Setelah masukan-masukan itu diberikan, kami akan membuat summary terhadap persoalan ini dan akan dilakukan rapat teknis dan setelah itu akan disampaikan masukan-masukan dan pertimbangan untuk diambil keputusan oleh bapak Presiden," sambungnya.

Yusril menekankan pemerintah harus berhati-hati menentukan siapa yang layak menerima pengampunan negara. Kata dia, amnesti dan abolisi sifatnya perorangan, bukan kelembagaan.

Dalam kesempatan itu, Yusril turut menyoroti pentingnya kepastian hukum, terutama bagi mereka yang lama berstatus tersangka tanpa proses lanjut.

"Sekarang ini ada satu yang baru juga bersurat kepada kami dan beraudiensi yaitu sejumlah orang yang telah dinyatakan sebagai tersangka dalam satu tindak pidana, tapi proses hukumnya itu menggantung sehingga tidak ada kejelasan dan tidak ada kepastian hukumnya," katanya.

Yusri mengatakan Kementerian Hukum mengusulkan empat kategori penerima amnesti, yakni pengguna narkotika, pelaku makar tanpa senjata, pelanggar UU ITE (penghinaan terhadap presiden atau kepala negara), serta narapidana berkebutuhan khusus seperti ODGJ, disabilitas intelektual, penderita penyakit berat, dan lansia di atas 70 tahun.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Eddy Hartono menegaskan kehati-hatian dalam memberikan rekomendasi bagi pelaku terorisme, meskipun mengakui ada perubahan sikap di kalangan mantan Jemaah Islamiyah.

"Kami tetap berpedoman pada UU Nomor 5 Tahun 2018. Negara tidak hanya menghukum, tetapi juga memulihkan. Sejak 2024 kami telah mengumpulkan seluruh amir JI dan mereka menyatakan kembali setia kepada NKRI," jelasnya.

Di sisi lain, Kepala BNN Komjen Pol Suyudi Ario Seto menyampaikan pandangan senada terkait rencana pemberian amnesti bagi pelaku tindak pidana narkotika.

Dia menilai perlu ada pemisahan antara pengedar yang merupakan bagian dari jaringan dengan pelaku kecil yang tidak terlibat dalam sindikat.

"Kami setuju jika pengedar skala kecil yang bukan bagian dari jaringan besar dapat dipertimbangkan untuk memperoleh amnesti, tentu dengan syarat telah menunjukkan itikad baik dan tidak mengulangi perbuatannya," ucap dia.

Rapat tersebut menyepakati kebijakan amnesti dan abolisi harus berlandaskan pertimbangan kemanusiaan, keamanan nasional, dan kepastian hukum tanpa mengabaikan rasa keadilan korban.

(ryn/isn)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sekitar Pulau| | | |