CNN Indonesia
Kamis, 13 Nov 2025 17:15 WIB
RKUHAP yang tengah dibahas DPR dan pemerintah kini mengizinkan penyitaan dilakukan tanpa izin ketua pengadilan negeri (PN) dalam keadaan mendesak. (CNN Indonesia/Arief Bimaputra)
Jakarta, CNN Indonesia --
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang tengah dibahas DPR dan pemerintah kini mengizinkan penyitaan dilakukan tanpa izin ketua pengadilan negeri (PN) dalam keadaan mendesak.
Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 112A dan disepakati dalam rapat lanjutan Panja RKUHAP antara Komisi III DPR dan Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej.
"Dalam keadaan mendesak, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin ketua pengadilan negeri (PN) hanya atas benda bergerak dan untuk itu paling lama 5 hari kerja wajib meminta persetujuan kepada ketua PN," demikian bunyi ayat (1) Pasal 112A.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eddy menjelaskan, lewat ayat tersebut, penyidik artinya boleh melayangkan izin setelah penyitaan dilakukan, maksimal hingga lima hari.
Sementara, syarat keadaan mendesak diatur dalam ayat (2), yakni letak geografis yang susah dijangkau; tertangkap tangan; tersangka berpotensi merusak bukti; benda atau aset mudah dipindahkan; situasi lain berdasarkan penilaian penyidik.
Kemudian, ayat ketiga atau terakhir Pasal 112A mengatur tentang izin yang harus diberikan ketua pengadilan.
"Ketua PN paling lama 2 hari terhitung sejak penyidik meminta persetujuan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 wajib mengeluarkan penetapan persetujuan atau penolakan".
"Oke sepakat teman-taman?" ujar Ketua Komisi III Habiburokhman meminta persetujuan peserta rapat.
Selain itu, Pemerintah dan DPR menyepakati alat perekam dalam proses pemeriksaan tersangka atau terdakwa oleh aparat aparat kepolisian dalam RKUHAP.
Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 31 ayat 2.
"Supaya aparatnya enggak dituduh sewenang-wenang juga, dia enggak gebukin, wah ini gebukin padahal enggak ada buktinya, kalau sama-sama bisa akses CCTV kan enak. Bagaimana? Aman? Ketok ya," ujar Habiburokhman dalam rapat lanjutan pembahasan RKUHAP di Komisi III DPR pada Rabu (12/11).
Pasal 31 ayat 2 tersebut berbunyi, "pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat direkam dengan menggunakan kamera pengawas selama pemeriksaan berlangsung".
Kemudian ayat 4 mengatur penggunaan rekaman digunakan untuk kepentingan pembelaan terhadap tersangka dan terdakwa.
Wamenkum Eddy Hiariej menyetujui usulan pasal tersebut. Dia menilai penggunaan rekaman diperlukan sebagai pengawas untuk memberikan keadilan baik bagi penyidik, pelapor, dan terlapor.
"Pemerintah setuju pak, karena dengan penggunaan kamera pengawas ini yang secara berimbang baik kepada pelapor dan terlapor itu bisa diberikan, Pak," kata Eddy.
(thr/isn)

3 hours ago
4
















































