Jakarta, CNN Indonesia --
Pandawara Group, kelompok aktivis lingkungan muda asal Bandung mengajak rakyat Indonesia patungan beli hutan yang terancam alih fungsi menjadi perkebunan sawit atau lahan industri.
Ide tersebut dilempar lewat unggahan Instagram tepat di tengah bencana banjir bandang dan longsor di Sumatra yang dikaitkan dengan deforestasi masif. Unggahan tersebut juga mencantumkan 'Yu ah ceban pertama' lewat link donasi di biografi akun.
"Lagi ngelamun, tiba-tiba aja kepikiran gimana kalo Masyarakat Indonesia Bersatu berdonasi beli hutan-hutan agar tidak dialihfungsikan," tulis Pandawara lewat akun Instagram-nya @pandawaragroup, Kamis, (4/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usulan ini langsung viral dan banjir dukungan publik, salah satunya kesiapan kontribusi Rp1 miliar dari musisi Denny Caknan.
Sejumlah netizen dari beragam kalangan juga mengaku siap menyalurkan donasi tanpa batas nominal minimum itu sebagai bentuk keprihatinan kolektif atas bencana hidrometeorologi banjir dan longsor yang kian parah.
Pandawara adalah kelompok beranggotakan lima pemuda Ikhsan Destian, Rafly Pasya, Agung Permana, Gilang Rahma, dan Muhammad Rifqi Sadulloh berawal dari aksi kecil bersih sampah sungai di Bandung sejak tahun 2022.
Kini kelompok itu berkembang menjadi gerakan nasional membersihkan lokasi ekstrem seperti sungai tercemar dan pantai yang rusak.
Nama 'Pandawara' merupakan perpaduan 'Pandawa' dan 'wara' (kabar baik dalam bahasa Sunda), mencerminkan semangat mereka sebagai pembawa perubahan positif di tengah krisis lingkungan.
Sebelumnya, Hatma Suryatmojo, Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM mengungkap dosa ekologis di balik banjir bandang yang melanda Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.
Menurut Hatma, bencana banjir bandang akhir 2025 ini bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Ia bilang, para ahli menilai fenomena ini sebagai bagian dari pola berulang bencana hidrometeorologi yang kian meningkat dalam dua dekade terakhir akibat kombinasi faktor alam dan ulah manusia.
Hatma menyatakan, deforestasi masif telah berlangsung di banyak kawasan hulu Sumatra.
Semisal di Aceh, lanjutnya, hingga tahun 2020 sekitar 59 persen wilayah provinsi ini atau ±3,37 juta hektare masih berupa hutan alam. Akan tetapi, data kompilasi BPS setempat dan lembaga lingkungan menunjukkan Aceh kehilangan lebih dari 700 ribu hektare hutan dalam kurun 1990-2020.
Sumut juga tak kalah memprihatinkan. Hatma memaparkan, tutupan hutan provinsi ini tinggal sekitar 29 persen luas daratan atau ±2,1 juta hektare pada tahun 2020.
Ekosistem Batang Toru di Tapanuli yang kata Hatma jadi benteng terakhir hutan Sumut, kini juga terdesak oleh aktivitas manusia.
Terdegradasi akibat maraknya konsesi dan aktivitas perusahaan, mulai dari penebangan liar, pembukaan kebun, hingga pertambangan emas. terfragmentasi dan tertekan, hutan pun kehilangan sebagian besar fungsi ekologisnya sebagai pengendali hujan dan penahan banjir.
Laju deforestasi yang tinggi tercermin di Sumbar. Provinsi ini pada 2020 tercatat memiliki proporsi hutan sekitar 54 persen dari luas wilayah ±2,3 juta hektare. Walhi setempat mencatat selama 2001-2024, provinsi ini kehilangan sekitar 320 ribu hektare hutan primer dan total 740 ribu hektare tutupan pohon yang mencakup hutan primer dan sekunder.
Hatma menambahkan, pada tahun 2024 saja deforestasi di Sumbar bahkan mencapai 32 ribu hektare. Sisa hutan di sana pun banyak berada area lereng curam Bukit Barisan, sehingga ketika berkurang maka risiko tanah longsor dan banjir bandang naik.
(kna/dal)

3 hours ago
2

















































