Dua Orang Warga Gugat Aturan Kuota Internet Hangus ke MK

3 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Dua warga yang berprofesi sebagai pekerja sektor digital mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap Pasal 71 angka 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 28 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan tersebut menargetkan praktik "penghangusan kuota internet" yang dinilai merugikan konsumen secara konstitusional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemohon merupakan pasangan suami-istri yang juga adalah pekerja online, yakni Didi Supandi selaku Pemohon I selaku pengemudi transportasi daring (driver online), lalu Wahyu Triana Sari selaku Pemohon II (pedagang kuliner daring) yang menjual makanan melalui platform digital. Para Pemohon diwakili oleh kuasa hukum Viktor Santoso Tandiasa dari Kantor VST and Partners.

Sidang perkara nomor: 273/PUU-XXIIII/2025 sudah masuk ke tahap pemeriksaan pendahuluan pada hari ini.

"Para Pemohon merasa dirugikan secara aktual hak konstitusionalnya oleh berlakunya aturan tersebut," kata Viktor saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Selasa (30/12).

Dia menuturkan bentuk kerugian yang dialami antara lain: praktik kuota hangus menciptakan ketidakpastian ekonomi karena Para Pemohon sering kehilangan sisa kuota saat orderan sepi, sehingga terpaksa meminjam uang untuk membeli kuota baru agar bisa kembali bekerja.

Kerugian materiil karena sisa kuota yang telah dibayar lunas hangus begitu saja saat masa aktif paket berakhir.

Kondisi itu memaksa Para Pemohon melakukan pembayaran ganda untuk komoditas yang sama, yang seharusnya menjadi laba usaha atau modal bahan baku.

Dalam alasan permohonannya, Para Pemohon mendalilkan Pasal 71 angka 2 UU Cipta Kerja bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 karena dinilai telah menimbulkan ketidakpastian hukum (Vague Norm).

Bunyi Pasal 71 angka 2 UU Cipta Kerja:

2 Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 28
(1) Besaran tarif Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Jasa Telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(2) Pemerintah Pusat dapat menetapkan tarif batas atas dan latau tarif batas bawah Penyelenggaraan Telekomunikasi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan usaha yang sehat.

Hal itu dikarenakan aturan tersebut memberikan kebebasan mutlak kepada operator untuk menentukan tarif tanpa batasan parameter yang jelas, sehingga mencampuradukkan antara "tarif layanan" dengan "durasi kepemilikan".

Selain itu, terang Viktor, terdapat Pelanggaran Hak Milik sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (4) UUD 1945, karena kuota internet adalah aset digital yang dibeli lunas, sehingga penghangusan sepihak tanpa kompensasi merupakan bentuk pengambilalihan paksa hak milik pribadi secara sewenang-wenang.

Dalam permohonannya, Para Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 71 angka 2 UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dengan 3 pilihan alternatif yakni sepanjang tidak dimaknai:

a. Penetapan tarif wajib memberikan jaminan akumulasi sisa kuota data (data rollover), atau;

b. Sisa kuota tetap berlaku selama kartu prabayar dalam masa aktif, tanpa bergantung pada masa berlaku paket periodik, atau;

c. Sisa kuota yang tidak terpakai wajib dikonversi kembali menjadi pulsa atau dikembalikan (refund) secara proporsional.

(ryn/wis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sekitar Pulau| | | |