Hadir untuk Melindungi, Bukan Menindas: Kehadiran TNI di Papua Adalah Langkah Konstitusional

1 month ago 53

PUNCAK - Di tengah kembali munculnya pernyataan provokatif dari kelompok bersenjata yang menamakan diri TPNPB-OPM, pemerintah menegaskan bahwa kehadiran TNI di wilayah Papua bukanlah bentuk penindasan, melainkan tugas konstitusional untuk menjaga kedaulatan dan melindungi masyarakat.

Kelompok separatis itu baru-baru ini menolak pembangunan pos militer TNI di sejumlah wilayah seperti Puncak Jaya, bahkan mengklaim wilayah tersebut sebagai “zona perang.” Tak hanya menolak, mereka juga mengancam akan menyerang aparat TNI-Polri dan meminta masyarakat non-Papua angkat kaki dari daerah itu.

Ancaman ini tak hanya melanggar hukum nasional, tapi juga bertentangan dengan prinsip kemanusiaan dan hukum internasional.

Kehadiran TNI: Sah Secara Konstitusional dan Berdasar Hukum

Pembangunan pos militer dan pengamanan wilayah oleh TNI merupakan langkah legal dan terukur, sesuai dengan amanat sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain:

* UUD 1945 Pasal 30: TNI sebagai alat negara berkewajiban menjaga keutuhan NKRI.

* UU TNI No. 34 Tahun 2004:

  * Pasal 7*: TNI memiliki peran dalam menangani gerakan separatis bersenjata melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

  * Pasal 9: TNI berwenang membangun sarana dan prasarana untuk mendukung tugasnya.

* Perpres No. 66 Tahun 2019: Memperkuat peran Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dalam menghadapi ancaman strategis.

Dengan dasar tersebut, pembangunan pos militer di wilayah rawan seperti Puncak Jaya adalah langkah sah negara dalam menjamin keselamatan warga, menjaga stabilitas, serta mendukung aktivitas pembangunan di Papua.

Pendekatan TNI: Humanis, Strategis, dan Pro-Rakyat

Berbekal Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, kehadiran TNI tidak semata bermakna militeristik, tetapi juga berfungsi sosial dan kemasyarakatan.

Dalam pelaksanaannya, TNI aktif:

* Memberikan dukungan layanan pendidikan dan kesehatan;

* Melindungi proyek-proyek strategis nasional;

* Membangun komunikasi sosial dengan tokoh adat dan masyarakat setempat;

* Menjalankan operasi secara profesional dan proporsional, berlandaskan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Internasional.

TPNPB Langgar HAM dan Hukum Internasional

Ancaman dan aksi kekerasan yang dilakukan TPNPB mulai dari serangan terhadap guru, tenaga medis, hingga pembunuhan warga sipil telah melampaui batas. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai terorisme.

Lebih dari itu, mereka juga telah melanggar prinsip Hukum Humaniter Internasional, khususnya:

* Distinction: Melibatkan warga sipil dalam konflik;

* Proportionality: Menimbulkan kerugian berlebihan pada pihak non-kombatan;

* Precaution: Melancarkan serangan tanpa peringatan dan perencanaan.

TNI Adalah Wajah Negara, Bukan Wajah Ketakutan

Negara, melalui TNI, hadir di Papua untuk memberi rasa aman bagi semua warga negara termasuk masyarakat asli Papua. TNI bukan penjajah, melainkan pengawal perdamaian dan pelindung rakyat.

Setiap langkah TNI diawasi dan tunduk pada:

* Legalitas: Sesuai hukum dan konstitusi;

* Akuntabilitas: Di bawah pengawasan sipil dan institusi negara;

* Profesionalitas: Berpegang pada etika militer dan standar HAM internasional.

“Tidak ada tempat bagi kekerasan bersenjata dalam negara hukum. TNI akan terus bertugas dengan kehormatan, menjunjung HAM, dan menjaga utuhnya NKRI.”

Papua adalah bagian sah dari Indonesia. TNI hadir bukan untuk menindas, tetapi untuk mengabdi.

Separatisme dan terorisme tidak boleh dibiarkan menguasai ruang publik.

Authentication:

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Sekitar Pulau| | | |