PAPUA - Dalam beberapa hari terakhir, kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) kembali melontarkan pernyataan provokatif. Mereka menolak rencana pembangunan pos militer di wilayah Puncak Jaya dan sembilan daerah lain yang mereka klaim sebagai “zona perang.” Lebih jauh, mereka bahkan mengancam akan menyerang aparat TNI-Polri serta mengultimatum masyarakat non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut. Sabtu (23/08/2025).
Pernyataan tersebut sontak menuai keprihatinan. Tidak hanya menyesatkan, ancaman itu juga bertentangan dengan hukum nasional maupun prinsip kemanusiaan universal. Kehadiran TNI di Papua, termasuk pembangunan pos militer, sejatinya merupakan langkah konstitusional, legal, dan sah menurut hukum.
Dasar Hukum Kehadiran TNI
Pembangunan pos militer bukanlah bentuk provokasi, melainkan pelaksanaan amanat negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
* UUD 1945 Pasal 30 secara tegas menyatakan bahwa TNI adalah alat negara untuk menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
* UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menegaskan peran TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP), termasuk mengamankan wilayah perbatasan dan mengatasi gerakan separatis bersenjata.
* Perpres Nomor 66 Tahun 2019 mengatur struktur Kogabwilhan sebagai garda terdepan dalam merespons ancaman strategis dan konflik bersenjata.
Dengan payung hukum tersebut, pembangunan pos militer di wilayah rawan seperti Puncak Jaya bertujuan untuk memberikan perlindungan nyata bagi warga sipil, menjaga keberlangsungan pembangunan nasional, sekaligus menekan eskalasi kekerasan kelompok bersenjata.
Pendekatan Humanis TNI di Papua
Meski berstatus sebagai institusi pertahanan, TNI di Papua tidak hanya hadir dengan pendekatan militeristik. Melalui strategi teritorial, prajurit ditugaskan untuk membangun kedekatan dengan masyarakat, mendukung program pemerintah daerah, serta memastikan pelayanan dasar bagi warga tetap berjalan.
Hal ini sejalan dengan Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, di mana kehadiran TNI diarahkan untuk mendukung akses pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi. Dalam banyak kesempatan, prajurit TNI terlibat langsung membantu pengobatan gratis, pembangunan infrastruktur, hingga kegiatan sosial kemasyarakatan di pelosok pedalaman Papua.
Ancaman TPNPB-OPM dan Pelanggaran Hukum Humaniter
Sebaliknya, ancaman TPNPB-OPM terhadap masyarakat sipil non-Papua serta aksi kekerasan mereka terhadap guru, tenaga medis, pekerja infrastruktur, hingga perusakan fasilitas publik justru bisa dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang menjerat pelaku kekerasan bersenjata yang menebar teror secara luas terhadap warga sipil.
Lebih jauh, aksi mereka juga melanggar Hukum Humaniter Internasional, yang mengatur kewajiban pihak bersenjata untuk membedakan antara kombatan dan warga sipil (principle of distinction), menghindari kerugian berlebihan bagi masyarakat sipil (proportionality), serta melakukan tindakan pencegahan (precaution). Serangan tanpa pandang bulu yang dilakukan TPNPB-OPM jelas bertentangan dengan prinsip tersebut.
Negara Hadir, Papua Bagian Tak Terpisahkan dari NKRI
Kehadiran TNI di Papua bukan untuk menindas, melainkan memastikan hak dasar seluruh warga negara Indonesia, termasuk masyarakat asli Papua, dalam memperoleh rasa aman, keadilan pembangunan, dan perlindungan dari aksi kekerasan bersenjata.
Setiap langkah yang diambil TNI berada dalam bingkai legalitas (konstitusi dan peraturan perundangan), akuntabilitas (pengawasan internal-eksternal), dan profesionalitas (berdasarkan aturan hukum nasional dan internasional).
Upaya TPNPB-OPM untuk menebar ketakutan melalui senjata dan propaganda separatisme harus ditolak bersama. Negara hukum tidak memberi ruang bagi kekerasan. TNI akan terus melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, menjaga hak asasi manusia, serta memastikan Papua tetap menjadi bagian yang damai dan sejahtera dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono