Koalisi Sipil Desak Setop Pembahasan RKUHAP: Cacat Formil dan Materil

10 hours ago 12

Jakarta, CNN Indonesia --

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pembaruan KUHAP menganggap pembahasan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) cacat formil dan materiil.

Koalisi meminta Presiden Prabowo Subianto dan DPR RI menunda proses pembahasan aturan tersebut.

"Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pembaruan KUHAP mendorong dan mendesak DPR RI dan juga pemerintah untuk menunda kebahasan dan juga bahkan membawa RUU KUHAP ini ke tingkat pembahasan lanjutan di DPR RI," ujar Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana di Jakarta, Minggu (16/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kami melihat dari beberapa yang kami sebutkan secara substansi masih sangat bermasalah. Oleh karenanya, kami mendesak kepada Presiden Republik Indonesia untuk mengingatkan legislator, mengingatkan wakil pemerintah yang membahas RUU KUHAP ini untuk kemudian menghentikan proses pembahasannya," tambahnya.

Masalah yang dimaksud Arif di antaranya menyoroti proses rapat Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP yang berlangsung pada 12-13 November 2025.

Pada rapat tersebut, Pemerintah dan Komisi III DPR RI membahas masukan pasal yang diklaim berasal dari masukan koalisi masyarakat sipil yang beranggotakan YLBHI, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Lembaga Bantuan Hukum APIK, Lokataru Foundation, Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas, dan AJI.

Sejumlah masukan yang dibacakan dalam rapat panja ini disebut berbeda dengan masukan yang diberikan oleh koalisi.

Selain itu, koalisi juga menyoroti pembahasan RUU KUHAP yang sangat singkat dan tidak substansial. Pembahasan terbaru disebut tidak menunjukkan perubahan dibandingkan dengan draf pada Juli 2025.

"Pembahasan kemarin memang tidak ada perubahan signifikan dari yang kita suarakan di bulan Juli lalu. Kemudian kita melihat apa yang berlaku di dua hari itu sebetulnya itu tidak menjawab masalah-masalah kami, yang paling utama sebetulnya soal penangkapan dan penahanan," tutur Peneliti ICJR Iftitah Sari.

Ia lantas mencontohkan bagaimana penangkapan dan penahanan dilakukan serampangan pada sejumlah orang dalam rangkaian demo Agustus lalu. Koalisi berharap UU KUHAP yang baru nantinya bisa menjadi kontrol terhadap hal semacam ini.

Lebih lanjut, koalisi juga menyoroti beberapa poin lain seperti operasi undercover buy (pembelian terselubung) and controlled delivery (pengiriman di bawah pengawasan) yang sebelumnya menjadi kewenangan penyidikan dan hanya untuk tindak pidana khusus, yakni narkotika.

Dalam RUU KUHAP kewenangan ini masuk ke dalam metode penyelidika  dan bisa diterapkan untuk semua jenis tindak pidana, tidak punya batasan dan tidak diawasi hakim.

Kewenangan luas tanpa pengawasan ini dinilai berpotensi membuka peluang penjebakan oleh aparat penegak hukum untuk menciptakan tindak pidana dan merekayasa siapa pelakunya.

Koalisi juga menyoroti kerentanan masyarakat untuk ditangkap, digeledah, dan disadap tanpa izin hakim.

Oleh karena itu, koalisi ini mengeluarkan somasi terbuka kepada Presiden, DPR, Kementerian Hukum, dan Kementerian Sekretariat Negara.

Selain menghentikan pembahasan, koalisi meminta DPR membuka dan mempublikasikan informasi draf RUU KUHAP terakhir yang menjadi hasil pembahasan.

Kemudian, pemerintah diminta merombak substansi draf RUU KUHAP dengan menyusun dan membahas ulang arah konsep yang memperkuat judicial scrutiny dan mekanisme check and balance.

Pemerintah dan DPR juga diminta untuk tidak terburu-buru melakukan pengesahan RUU KUHAP yang dianggap masih sangat bermasalah ini.

(lom/dhf)

Read Entire Article
Sekitar Pulau| | | |