Orangutan Tapanuli Ditemukan Mati Tertimbun Gelondongan Kayu Banjir

2 hours ago 1

Medan, CNN Indonesia --

Banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara (Sumut) tak hanya merusak permukiman dan menelan korban jiwa manusia, tetapi juga satwa paling langka di dunia.

Tim Pencarian dan Pertolongan (SAR) gabungan menemukan bangkai orangutan Tapanuli di antara gelondongan kayu.

Seorang relawan SAR Decky Chandrawan mengaku menemukan bangkai primata paling langka di dunia itu di Desa Pulo Pakkat, Kecamatan Suka Bangun, Kabupaten Tapanuli Tengah pada 3 Desember 2025. Temuan ini bermula saat Decky dan tim relawan melakukan pencarian korban banjir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tim langsung melakukan pengecekan saat mendengar kabar dari warga soal bangkai manusia di antara kayu gelondongan. Namun yang terlihat hanya tangannya. Posisinya di seberang sungai. Saya langsung bilang bukan manusia ini. Saya balikkan punggungnya, ada bulunya. Masih kelihatan. Warna bulu, ukuran jari. Saya pastikan itu bangkai orangutan," kata Decky, Jumat (12/12).

Decky mengindikasikan orangutan yang mati tersebut berjenis kelamin betina. Bangkai orangutan yang ditemukan Decky dan tim relawan dalam keadaan sudah membusuk. Mereka tidak mengevakuasi bangkai itu.

"Kalau melihat ukuran dan struktur (tengkorak) rahang, itu diindikasikan individu betina remaja. Kami sempat membongkar di sekitar. Kami berpikir ada anak atau individu lain. Tidak kami temukan. Kalau pun kami angkat bangkainya bingung mau diletak di mana. BBKSDA juga tidak ada di lokasi," ujarnya.

Decky menyebutkan orangutan itu diduga terbawa arus banjir bandang dari hulu sungai Garoga. Hutan di hulu sungai Garoga merupakan habitat orangutan Tapanuli. Temuan bangkai orangutan ini menjadi indikasi kerusakan hutan sebagai pemicu bencana.

"Selain bangkai orangutan, kami juga menemukan gelondongan kayu dalam keadaan terpotong rapi," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Green Justice Indonesia (GJI) Panut Hadisiswoyo menambahkan bencana yang menerjang wilayah Tapanuli Raya (Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan) dipicu terjadinya kerusakan lingkungan yang sangat parah.

Ia menyoroti kerusakan ekosistem Batang Toru, yang meliputi tiga kabupaten itu, merupakan habitat dari orangutan Tapanuli.

"Bahkan sebelum bencana, satwa ini sudah terancam. Habitat orangutan tapanuli sudah terfragmentasi di blok barat, blok timur, dan blok selatan," ujarnya.

Primata ini memang langsung menyandang status terancam punah begitu diumumkan pada 2017. Selama ini ancaman terbesar terhadap keberadaan orangutan Tapanuli adalah deforestasi, perubahan lahan, hilangnya tutupan hutan untuk perkebunan maupun industri ekstraktif.

"Ancaman ini sangat menyulitkan orangutan Tapanuli karena mengakibatkan fragmentasi hutan, sehingga wilayah jelajahnya terganggu. Perubahan ruang gerak orangutan Tapanuli membuatnya terisolasi ataupun terkurung dalam satu habitat yang tidak terhubung dengan habitat lain," katanya.

Orangutan Tapanuli hidup di lereng yang lebih tinggi karena di dataran rendah sebagian sudah terkonversi atau beralih fungsi menjadi lahan pertanian atau lahan perkebunan ataupun lahan untuk industri ekstraktif seperti tambang emas dan PLTA.

Menurut Panut, saat ini yang harus dilakukan adalah menyerukan agar hulu, DAS dan kawasan lindung tidak disentuh oleh aktivitas ekstraktif dan juga aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan atau target perluasan pertanian. Pemerintah harus menata ulang kawasan hutan dan termasuk kawasan APL yang berhutan.

"Kawasan hutan yang sudah dilegalkan sebagai fungsi lindung yang ditetapkan secara undang-undang, tetapi masih banyak harus dilindungi," katanya.

"Bila tata ruang tidak sehat, maka bencananya akan datang. Kondisi ekosistem Batang Toru yang rapuh tapi juga penting bagi kelangsungan kehidupan termasuk masyarakat dan juga keanekaragaman hayati di dalamnya, kita mendesak bahwa ekosistem Batang Toru ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional. Ini tidak bisa ditawar lagi," ujarnya.

Terpisah, Kabid Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III Padangsidimpuan Susilo mengatakan, bangkai orangutan tersebut sudah dievakuasi.

Setelah temuan itu, dia mengklaim sudah menugaskan personel dengan organisasi nonpemerintah untuk melakukan pemantauan pascabencana untuk satwa liar.

"Kami sudah melakukan evakuasi dan sudah dikuburkan di Bidang KSDA wilayah III Padangsidimpuan," ujarnya singkat.

(fra/fnr/fra)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sekitar Pulau| | | |