JAKARTA - Menjelang perayaan hari ulang tahunnya yang ke-80 pada Minggu, 5 Oktober 2025, Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak hanya bersiap menggelar upacara akbar dan atraksi spektakuler di Monumen Nasional (Monas), Jakarta. Sebuah perubahan signifikan baru saja diumumkan, menandai era baru dalam identitas visual prajuritnya: penggantian seragam Pakaian Dinas Lapangan (PDL). Motif loreng lama yang telah melekat selama lebih dari empat dekade, Loreng Malvinas, kini resmi digantikan. Motif baru berwarna sage green dirancang khusus untuk meningkatkan efektivitas penyamaran di berbagai medan, terutama hutan dan area operasi spesifik.
Perubahan ini bukan sekadar kosmetik semata, melainkan sebuah simbol adaptasi TNI terhadap perkembangan zaman dan komitmennya untuk terus bertransformasi menjadi angkatan bersenjata modern. Hal ini sejalan dengan tema HUT ke-80 TNI: "TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju." Perubahan ini terasa personal bagi saya, mengingat bagaimana Loreng Malvinas telah menjadi bagian tak terpisahkan dari potret prajurit TNI yang saya lihat sejak kecil, menemani berbagai momen sejarah bangsa.
Sejarah mencatat, Loreng Malvinas telah menjadi seragam lapangan standar nasional TNI sejak tahun 1982. Motif yang terinspirasi dari Perang Falkland atau Perang Malvinas antara Inggris dan Argentina ini, dengan dominasi warna hijau tua, cokelat tua, dan krem, telah menjadi saksi bisu perjalanan panjang TNI. Mulai dari operasi di Timor Timur, Aceh, hingga penugasan sebagai pasukan perdamaian dunia, loreng ini telah menemani ribuan prajurit dalam menjalankan tugas negara.
Namun, sebelum era Malvinas, lanskap seragam loreng TNI jauh lebih beragam. Pada dekade 1960-1970-an, standarisasi nasional belum terbentuk. Setiap matra dan kesatuan memiliki variasi motifnya sendiri, mulai dari loreng hutan tropis, loreng macan tutul, hingga pola sederhana hijau-cokelat. Variasi ini umumnya disesuaikan dengan kebutuhan taktis satuan, mencerminkan kekayaan geografis dan spesialisasi peran di lapangan.
Baru pada tahun 1982, keputusan strategis diambil untuk menetapkan Loreng Malvinas sebagai motif standar nasional. Ini adalah momen penting yang menyatukan identitas loreng seluruh prajurit TNI dari tiga matra, menciptakan keseragaman yang sebelumnya belum pernah ada.
Meskipun standar nasional telah ditetapkan, beberapa satuan khusus TNI tetap mempertahankan corak loreng khas mereka. Ini menjadi identitas unik sekaligus penanda fungsi dan karakter setiap satuan elite. Kopassus, misalnya, dikenal dengan loreng merah-hitam dengan dasar hijau dan krem, melambangkan keberanian dan ketegasan. Kopasgat TNI AU menggunakan kombinasi hijau, cokelat, dan krem, sementara Kostrad TNI AD mengandalkan dasar hijau, cokelat, dan hitam untuk kamuflase optimal di hutan tropis. Korps Marinir TNI AL memiliki corak bulat besar yang memadukan hijau, cokelat, hitam, dan krem, mencerminkan peran amfibi mereka.
Di luar satuan khusus tersebut, setiap matra AD, AL, dan AU juga memiliki variasi loreng tersendiri yang disesuaikan dengan lingkungan operasi masing-masing. Dengan demikian, meskipun ada standar nasional, corak loreng tetap menjadi simbol kebanggaan dan keunikan tiap matra dan satuan khusus TNI, sebuah warisan visual yang terus berevolusi seiring dengan langkah maju bangsa. (PERS)