TNI di Papua: Perisai Rakyat, Penjaga NKRI, Bukan Penindas

10 hours ago 6

PAPUA - Di tengah gelombang narasi yang menyesatkan dan ancaman dari kelompok bersenjata TPNPB-OPM, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menegaskan kembali komitmennya yang teguh: kehadiran mereka di tanah Papua adalah perwujudan tugas konstitusional untuk melindungi setiap warga negara dan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pernyataan provokatif OPM yang menolak pembangunan pos militer dan secara terang-terangan mengancam keselamatan masyarakat non-Papua, dinilai tidak hanya jauh dari kebenaran, tetapi juga merupakan ancaman nyata terhadap stabilitas keamanan dan hak hidup warga sipil. Selasa (18/11/2205).

Beberapa hari terakhir ini, OPM kembali melontarkan klaim sepihak dengan menyebut Puncak Jaya dan sembilan wilayah lain sebagai 'zona perang'. Lebih jauh lagi, mereka mengeluarkan ultimatum agar warga non-Papua segera meninggalkan wilayah tersebut. Ancaman ini, menurut penilaian aparat keamanan serta tokoh masyarakat Papua, sama sekali tidak memiliki pijakan hukum dan justru menimbulkan keresahan.

Keberadaan TNI di Papua bukan tanpa landasan. Sejumlah regulasi nasional yang mengikat, seperti UUD 1945 Pasal 30, UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, serta Perpres Nomor 66 Tahun 2019, secara jelas mengamanatkan pembangunan pos TNI dan pelaksanaan operasi pengamanan di Papua sebagai bagian integral dari tanggung jawab negara. Tugas-tugas ini mencakup penjagaan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, upaya penanggulangan gerakan separatis bersenjata, serta yang terpenting, perlindungan masyarakat dari segala bentuk ancaman kekerasan.

Dr. David Yikwa, seorang pengamat keamanan Papua, memberikan pandangannya mengenai vitalnya kehadiran pos-pos TNI, terutama di daerah-daerah yang rentan terhadap serangan bersenjata.

“Pos TNI bukan untuk menekan masyarakat, tetapi untuk melindungi mereka. Banyak kampung justru meminta penambahan personel karena kondisi keamanan yang rentan, ” ujarnya saat dimintai tanggapan.

Lebih dari sekadar kehadiran fisik bersenjata, TNI juga menekankan pendekatan teritorial yang humanis. Hal ini sejalan dengan amanat Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang percepatan pembangunan Papua. Kehadiran personel TNI di pelosok pedalaman Papua terbukti memberikan dampak positif yang signifikan, mulai dari pelayanan kesehatan yang menjangkau warga, dukungan terhadap sektor pendidikan, partisipasi dalam pembangunan infrastruktur desa, hingga upaya komunikasi sosial yang inklusif dan merangkul.

Yunus Wanimbo, seorang tokoh adat dari Puncak Jaya, mengungkapkan suara hati masyarakat yang mendambakan kedamaian dan perlindungan.

“Kami yang tinggal di kampung-kampung sering jadi korban. TNI hadir membantu, bukan menyakiti. Kalau tidak ada aparat, masyarakat takut beraktivitas, ” katanya.

Tindakan dan ancaman yang dilancarkan oleh OPM dinilai telah melewati batas kemanusiaan dan melanggar hukum internasional. Serangan yang menimpa guru, tenaga kesehatan, pekerja pembangunan, hingga masyarakat sipil biasa, dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2018. Selain itu, aksi OPM juga dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum humaniter internasional, termasuk prinsip Distinction (kewajiban membedakan antara sipil dan kombatan), Proportionality, dan Precaution.

Prof. Lusia Manoi, seorang pakar Hukum Humaniter, menegaskan:

“Serangan terhadap warga non-kombatan adalah pelanggaran berat. Ancaman OPM kepada warga sipil adalah bentuk intimidasi terlarang.”

Meskipun terus menerus dihantam isu dan propaganda, TNI memberikan jaminan bahwa setiap operasinya dijalankan dengan profesionalisme tinggi, sepenuhnya tunduk pada hukum yang berlaku. Kehadiran TNI di Papua merupakan manifestasi nyata dari negara yang hadir untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan seluruh warga, tanpa terkecuali. Dalam setiap misinya, TNI memegang teguh prinsip legalitas yang sesuai dengan konstitusi dan hukum nasional, akuntabilitas melalui pengawasan internal dan eksternal yang ketat, serta profesionalitas yang mengacu pada standar militer dan Hak Asasi Manusia (HAM) internasional.

Pendeta Elis Tabuni, dari Lembah Baliem, merangkum aspirasi masyarakat dengan tegas:

“Kami ingin hidup aman. Bukan propaganda. Bukan kekerasan. Kehadiran TNI adalah bagian dari upaya menjaga kami.”

TNI tetap berkomitmen menjalankan tugasnya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, tanpa intimidasi, tanpa diskriminasi, dan tanpa mengabaikan HAM, demi terwujudnya Papua yang damai dan Indonesia yang utuh.

(jurnalis)

Read Entire Article
Sekitar Pulau| | | |